
Profil Penulis
Muarif Esage lahir di Tegal pada tanggal 25 Mei 1969 adalah alumni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang menjadi UIN Jakarta). Sejak tahun 1999, dia memutuskan untuk menjadi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Dukuhwaru hingga tahun 2012 dan kini mengajar di SMA Negeri 1 Slawi kabupaten Tegal. Karya-karya bukunya yang telah terbit berjudul Puisi, Ideologi, dan Pembaca yang Terkalahkan, Analisis Esai dan Puisi Afrizal Malna (Penerbit Kekata Publisher, 2017); Lanang Setiawan, Penjaga Bahasa dan Pelopor Satra Tegal (Penerbit Kekata Publisher, 2018); Dwi Ery Santoso, Presiden Penyair Tegalan (Penerbit Komunitas Sastrawan Tegalan, 2019); dan Maufur, Njunjung Duwur Nilai Luhur (Penerbit Komunitas Sastrawan Tegalan, 2020). Tulisan proses kreatifnya sebagai penulis dimuat dalam buku Merenda Kata Mendulang Makna (Penerbit Balai Bahasa Jawa Tengah, 2019).Deskripsi
Lanang Setiawan merupakan sedikit dari penyair Indonesia yang mengunakan ekspresi bahasa dalam bentuk puisi berbahasa Tegal untuk digunakan sebagai media perlawanan terhadap rezim penguasa. Gejolak massa yang menentang kepemimpinan walikota Tegal pada rentang tahun 2015-2017 ternyata mampu diwujudkan dalam bentuk ekspresi puisi Tegalan oleh Lanang Setiawan. Tiga buku karya puisinya berjudul Tegal Sumbu Pendek, Tegal Melawan, dan Ndoro Binyak menjadi bukti yang secara tematis disebut puisi perlawanan.Ketiga antologi puisi Tegalan itu telah memberikan pengetahuan bagi kita. Lanang Setiawan memperlihatkan kepada pembaca bagaimana bahasa Tegal menjadi media ekpresi puitik dengan sarana retorik yang baik. Sebagai penyair, penulisan puisi Lanang tidak berangkat dari “hanya bertegalan ria” atau sekadar memanfaatkan bahasa lokal agar tampak “berbeda” dalam sastra. Akan tetapi, dirancang melalui strategi puisi yang memang bertolak dari prinsip estetika puisi, sebagaimana yang diperlihatkan dalam pemanfaatan unsur-unsur puisi yang ada.
Pemanfaatan Analisis Model Framing untuk membuka representasi realitas sosial yang ada dalam Tegal Sumbu Pendek, Tegal Melawan, dan Ndoro Binyak, tentu sebatas uapaya memberikan alasan epistimologis. Sebuah alasan untuk sampai kepada kesimpulan peneliti, bahwa ketiga antologi puisi Tegalan tersebut merupakan puisi yang lahir dalam spiritualitas Lanang Setiawan untuk memberikan perlawanan.